Rabu, 26 November 2014

PRO & KONTRA PRIVATISASI BUMN








Sebagai sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program privatisasi masih disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan diuraikan mengenai alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya pro dan kontra tersebut.
A.     Alasan-alasan yang mendukung privatisasi
1.      Peningkatan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi
BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak professional dengan kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif lainnya. Beberapa faktor yang sering dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak monopoli yang dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi BUMN.
Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin persaingan pasar akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah juga memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output ekonomi secara keseluruhan.
2.      Mendorong perkembangan pasar modal
Privatisasi yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan berimplikasi pada perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Privatisasi juga dapat mendorong perusahaan baru yang masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain itu, privatisasi BUMN dan infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi yang selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal.
3.      Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah
Secara umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang berasal dari penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat mengurangi subsidi pemerintah yang ditujukan kepada BUMN yang bersangkutan. Juga dapat meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih tinggi. Dengan demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran pemerintah sekaligus mengatasi tekanan inflasi.
Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 74  Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Penerbitan peraturan perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan hukum dan menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkait serta sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas BUMN. Privatisasi bukan semata-mata kebijakan final, namun merupakan suatu metode regulasi untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi dianggap dapat membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable (menguntungkan) dengan melibatkan pihak swasta didalam pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian.
1.      Alasan-Alasan Yang Menolak Program Privatisasi
Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi sebagaimana telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra. Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya, maka seharusnya yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah dan kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan tersebut berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan tidak efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian dijual.
Penolakan terhadap privatisasi BUMN dapat dilihat dari maraknya demo-demo untuk menentang privatisasi BUMN, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun karyawan BUMN. Penolakan terhadap privatisasi juga datang dari pihak-pihak tertentu seperti Direksi BUMN, Pemerintah Daerah, DPR, dll. Berbagai alasan dikemukakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menolak privatisasi BUMN, antara lain:
1)      privatisasi dianggap merugikan negara,
2)      privatisasi kepada pihak asing dianggap tidak nasionalis,
3)      belum adanya bukti tentang manfaat yang diperoleh dari privatisasi.
Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun pabriknya masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian dari modal menjadi milik perusahaan asing.
Dari segi politis, masih banyak pihak yang kontra terhadap kebijakan privatisasi  saham kepada pihak asing ini. Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing dinilai akan menyebabkan terbangnya keuntungan BUMN kepada pihak asing, bukannya kembali kepada rakyat Indonesia.
Praktik privatisasi BUMN yang belakangan marak dilakukan oleh pemerintah Indonesia dianggap sebagai jalan keluar yang paling baik untuk melaksanakan amanat demokrasi ekonomi untuk menyehatkan BUMN-BUMN di Indonesia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pada beberapa BUMN, ada yang diprivatisasi oleh pihak asing, bahkan dalam jumlah kepemilikan saham yang cukup signfikan. Privatisasi BUMN kepada pihak asing ini dinilai “menggadaikan” nasionalisme Indonesia. Selain itu, BUMN tidak lain adalah pihak yang diberikan wewenang khusus untuk mengelola sumber daya vital yang memegang hajat hidup orang banyak. Menurut Pasal 33 UUD 1945, sumber daya yang seperti demikian itu harus dikelola oleh negara.
Dilihat dari sudut pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya privatisasi BUMN kepada pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini. Pihak asing yang bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja bertindak dengan didorong oleh maksud dan motif hanya untuk mencari keuntungan yang maksimal. Jika demikian yang terjadi, BUMN yang diprivatisasi kepada pihak asing hanya akan menjadi keuntungan bagi pihak asing, sehingga dapat dikatakan manfaatnya akan berpindah kepada pihak asing, bukannya ke rakyat Indonesia.
Privatisasi BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun 1980-an. BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi seperti PT. Telkom (Persero) Tbk., PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT. Bank BNI 46 (Persero) Tbk., PT. Indosat (Persero) Tbk., PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., dan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., ternyata mampu membrikan kontribusi yang signifikan terhadap likuiditas dan pergerakan pasar modal.  Kondisi ini membuat semakin kuatnya dorongan untuk melakukan privatisasi secara lebih luas kepada BUMN-BUMN lainnya. Namun demikian, diketahui pula bahwa terdapat beberapa BUMN yang tidak menunjukkan perbaikan kinerja terutama 2-3 tahun pertama setelah diprivatisasi, misalkan pada PT. Indofarma (Persero) Tbk. dan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Dimana target privatisasi BUMN masih belum tercapai sepenuhnya.
Di samping alasan-alasan tersebut, masing-masing pihak memiliki alasan yang spesifik. Direksi BUMN mengkhawatirkan, privatisasi akan menyebabkan hilangnya jabatan, fasilitas dan kemudahan yang mereka miliki selama ini, serta hilangnya peluang untuk melakukan korupsi. Pemerintah Daerah mengkhawatirkan privatisasi BUMN akan menyebabkan Pemerintah Daerah kehilangan sumber penerimaan pendapatan. Sementara anggota DPR dan elit politik ada yang memanfaatkan isu privatisasi untuk kepentingan pribadi atau golongan/partainya. Penolakan terhadap privatisasi BUMN, terutama privatisasi kepada investor asing, mengesankan bahwa mereka adalah kelompok nasionalis yang menentang penjualan aset negara. Mereka berharap tindakan mereka akan mendapat simpati dari masyarakat.
Perlunya Privatisasi BUMN
Pro dan kontra terhadap kebijakan privatisasi BUMN masih terus berlanjut dengan argumentasi masing-masing pihak. Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta menutup devisit. Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen. Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berargumen bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN.
Privatisasi dapat mendatangkan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia apabila setelah privatisasi BUMN mampu bertahan hidup dan berkembang di masa depan, mampu menghasilkan keuntungan, dapat memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat yang ada disekitarnya. Dengan demikian, privatisasi BUMN diharapkan:
1)      mampu meningkatkan kinerja BUMN,
2)      mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance (penguasaan yang baik) dalam pengelolaan BUMN,
3)      mampu meningkatkan akses ke pasar internasional,
4)      terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi,
5)      terjadinya perubahan budaya kerja, serta
6)      mampu menutup defisit APBN.

Peningkatan kinerja BUMN diharapkan bukan hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi juga pada jangka panjang. Untuk itu, fokus perhatian bukan hanya difokuskan pada perspektif keuangan saja, tetapi harus lebih komprehensif dengan memperhatikan perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan, dan pembelajaran.
Dalam menjalankan tugasnya, manajemen BUMN dituntut untuk lebih transparan serta mampu menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance. Manajemen BUMN harus sadar bahwa setelah privatisasi, pengawasan bukanhanya dari pihak pemerintah saja, tetapi juga dari investor yang menanamkan modalnya ke BUMN tersebut.
Pada tahun-tahun mendatang, BUMN akan menghadapi persaingan global, di mana batas wilayah suatu negara dapat dengan mudah dimasuki oleh produsen-produsen asing untuk menjual produk-produk dengan kualitas yang baik dan dengan harga yang sangat kompetitif. Oleh karenanya, BUMN harus meningkatkan kualitas produknya serta memperluas jaringan pasar, bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga di pasar global. Dengan privatisasi, terutama dengan metode strategic sale kepada investor dari luar negeri, diharapkan BUMN memiliki partner yang mempunyai akses yang lebih baik di pasar global. Kebijakan privatisasi seperti ini diharapkan dapat mendorong BUMN untuk mengembangkan jangkauan pasarnya di pasar luar negeri.
Disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru dalam proses produksi menghasilkan produk dalam tempo yang lebih cepat, dengan kualitas yang lebih baik, serta harga pokok yang lebih kompetitif. Dibidang pemasaran teknologi baru, khususnya teknologi informasi, dapat dipakai sebagai sarana strategis untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan berkualitas dengan customer serta para supplier. Privatisasi diharapkan dapat memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada BUMN, sehingga BUMN akan mampu memberikan sarana kepada para karyawan untuk terus melakukan pembelajaran dan terus mengembangkan diri, sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas, dengan harga yang kompetitif.
Masuknya investor baru dari proses privatisasi diharapkan dapat menimbulkan suasana kerja baru yang lebih produktif, dengan visi, misi, dan strategi yang baru. Perubahan suasana kerja ini diharapkan menjadi pemicu adanya perubahan budaya kerja, perubahan proses bisnis internal yang lebih efisien, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru yang diadopsi BUMN setelah proses privatisasi.