Sebagai sebuah kebijakan yang
menyangkut kepentingan publik, program privatisasi masih disikapi secara pro
dan kontra. Berikut ini akan diuraikan mengenai alasan-alasan yang menyebabkan
terjadinya pro dan kontra tersebut.
A. Alasan-alasan yang mendukung privatisasi
1.
Peningkatan
efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi
BUMN sering
dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak
professional dengan kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif
lainnya. Beberapa faktor yang sering dianggap sebagai penyebabnya adalah
kurangnya atau bahkan tidak adanya persaingan di pasar produk sebagai akibat
proteksi pemerintah atau hak monopoli yang dimiliki oleh BUMN. tidak adanya
persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi BUMN.
Hal ini akan
berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan didukung
dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal
meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin
persaingan pasar akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan
kendali dari pemerintah juga memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif
untuk menghasilkan produk dan jasa bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan
sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan membuat penggunaan sumber daya lebih
efisien dan meningkatkan output ekonomi secara keseluruhan.
2.
Mendorong
perkembangan pasar modal
Privatisasi
yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu terciptanya
perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan berimplikasi pada
perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Privatisasi juga
dapat mendorong perusahaan baru yang masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain
itu, privatisasi BUMN dan infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan
tekanan inflasi yang selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal.
3.
Meningkatkan
pendapatan baru bagi pemerintah
Secara umum,
privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang berasal dari
penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat mengurangi subsidi
pemerintah yang ditujukan kepada BUMN yang bersangkutan. Juga dapat
meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan yang beroperasi lebih produktif
dengan laba yang lebih tinggi. Dengan demikian, privatisasi dapat menolong
untuk menjaga keseimbangan anggaran pemerintah sekaligus mengatasi tekanan
inflasi.
Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 74
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan
kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pemilikan saham Persero. Penerbitan peraturan
perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan hukum dan
menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkait serta sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan
produktivitas BUMN. Privatisasi bukan semata-mata kebijakan final, namun
merupakan suatu metode regulasi untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai
mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi dianggap dapat membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit
APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable (menguntungkan) dengan melibatkan pihak swasta didalam pengelolaannya sehingga membuka
pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian.
1.
Alasan-Alasan
Yang Menolak Program Privatisasi
Beberapa
alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi sebagaimana
telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra.
Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja
perusahaan yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika
itu yang menjadi motifnya, maka seharusnya yang diprivatisasi adalah
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah dan
kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan tersebut
berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya
menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah
perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan
tidak efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan
mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian dijual.
Penolakan terhadap privatisasi
BUMN dapat dilihat dari maraknya demo-demo untuk menentang privatisasi BUMN,
baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun karyawan BUMN. Penolakan terhadap
privatisasi juga datang dari pihak-pihak tertentu seperti Direksi BUMN,
Pemerintah Daerah, DPR, dll. Berbagai alasan dikemukakan oleh pihak-pihak
tertentu untuk menolak privatisasi BUMN, antara lain:
1) privatisasi dianggap
merugikan negara,
2) privatisasi kepada pihak
asing dianggap tidak nasionalis,
3) belum adanya bukti tentang
manfaat yang diperoleh dari privatisasi.
Alasan
untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika
terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun
sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan
kehilangan pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan
salah satu sumber pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika ternyata
pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun pabriknya masih berkedudukan di
Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian dari modal menjadi milik
perusahaan asing.
Dari segi politis, masih banyak pihak
yang kontra terhadap kebijakan privatisasi saham kepada pihak asing ini.
Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing dinilai akan menyebabkan
terbangnya keuntungan BUMN kepada pihak asing, bukannya kembali kepada rakyat
Indonesia.
Praktik
privatisasi BUMN yang belakangan marak dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dianggap sebagai jalan keluar yang paling baik untuk melaksanakan amanat
demokrasi ekonomi untuk menyehatkan BUMN-BUMN di Indonesia dalam rangka
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pada beberapa BUMN, ada yang
diprivatisasi oleh pihak asing, bahkan dalam jumlah kepemilikan saham yang
cukup signfikan. Privatisasi BUMN kepada pihak asing ini dinilai “menggadaikan”
nasionalisme Indonesia. Selain itu, BUMN tidak lain adalah pihak yang diberikan
wewenang khusus untuk mengelola sumber daya vital yang memegang hajat hidup
orang banyak. Menurut Pasal 33 UUD 1945, sumber daya yang seperti demikian itu
harus dikelola oleh negara.
Dilihat dari
sudut pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya privatisasi BUMN
kepada pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini. Pihak asing yang
bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja bertindak dengan
didorong oleh maksud dan motif hanya untuk mencari keuntungan yang maksimal.
Jika demikian yang terjadi, BUMN yang diprivatisasi kepada pihak asing hanya
akan menjadi keuntungan bagi pihak asing, sehingga dapat dikatakan manfaatnya
akan berpindah kepada pihak asing, bukannya ke rakyat Indonesia.
Privatisasi BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun
1980-an. BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi seperti PT. Telkom (Persero) Tbk.,
PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT.
Bank BNI 46 (Persero) Tbk., PT. Indosat (Persero) Tbk., PT. Aneka Tambang
(Persero) Tbk., dan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., ternyata mampu membrikan kontribusi
yang signifikan terhadap likuiditas dan pergerakan pasar modal. Kondisi ini membuat semakin kuatnya dorongan
untuk melakukan privatisasi secara lebih luas kepada BUMN-BUMN lainnya. Namun
demikian, diketahui pula bahwa terdapat beberapa BUMN yang tidak menunjukkan
perbaikan kinerja terutama 2-3 tahun pertama setelah diprivatisasi, misalkan
pada PT. Indofarma (Persero) Tbk. dan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Dimana
target privatisasi BUMN masih belum tercapai sepenuhnya.
Di samping alasan-alasan tersebut,
masing-masing pihak memiliki alasan yang spesifik. Direksi BUMN
mengkhawatirkan, privatisasi akan menyebabkan hilangnya jabatan, fasilitas dan
kemudahan yang mereka miliki selama ini, serta hilangnya peluang untuk
melakukan korupsi. Pemerintah Daerah mengkhawatirkan privatisasi BUMN akan
menyebabkan Pemerintah Daerah kehilangan sumber penerimaan pendapatan.
Sementara anggota DPR dan elit politik ada yang memanfaatkan isu privatisasi
untuk kepentingan pribadi atau golongan/partainya. Penolakan terhadap
privatisasi BUMN, terutama privatisasi kepada investor asing, mengesankan bahwa
mereka adalah kelompok nasionalis yang menentang penjualan aset negara. Mereka
berharap tindakan mereka akan mendapat simpati dari masyarakat.
Perlunya Privatisasi BUMN
Pro dan kontra
terhadap kebijakan privatisasi BUMN masih terus berlanjut dengan argumentasi
masing-masing pihak. Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi
bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta menutup
devisit. Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara
lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi di atas 50%, maka kendali
dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari pemerintah ke investor baru.
Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk
bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu
menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang
lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.
Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berargumen bahwa apabila privatisasi
tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan
demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain,
bukan dari hasil penjualan BUMN.
Privatisasi dapat mendatangkan
manfaat bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia apabila setelah privatisasi
BUMN mampu bertahan hidup dan berkembang di masa depan, mampu menghasilkan
keuntungan, dapat memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi serta
masyarakat yang ada disekitarnya. Dengan demikian, privatisasi BUMN diharapkan:
1) mampu meningkatkan kinerja
BUMN,
2) mampu menerapkan prinsip-prinsip
good governance (penguasaan yang baik) dalam pengelolaan BUMN,
3) mampu meningkatkan akses
ke pasar internasional,
4) terjadinya transfer ilmu
pengetahuan dan teknologi,
5) terjadinya perubahan
budaya kerja, serta
6) mampu menutup defisit
APBN.
Peningkatan kinerja BUMN
diharapkan bukan hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi juga pada jangka
panjang. Untuk itu, fokus perhatian bukan hanya difokuskan pada perspektif
keuangan saja, tetapi harus lebih komprehensif dengan memperhatikan perspektif
pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan, dan pembelajaran.
Dalam menjalankan tugasnya,
manajemen BUMN dituntut untuk lebih transparan serta mampu menerapkan
prinsip-prinsip good corporate governance. Manajemen BUMN harus sadar
bahwa setelah privatisasi, pengawasan bukanhanya dari pihak pemerintah saja,
tetapi juga dari investor yang menanamkan modalnya ke BUMN tersebut.
Pada tahun-tahun mendatang, BUMN
akan menghadapi persaingan global, di mana batas wilayah suatu negara dapat
dengan mudah dimasuki oleh produsen-produsen asing untuk menjual produk-produk
dengan kualitas yang baik dan dengan harga yang sangat kompetitif. Oleh
karenanya, BUMN harus meningkatkan kualitas produknya serta memperluas jaringan
pasar, bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga di pasar global. Dengan
privatisasi, terutama dengan metode strategic sale kepada investor dari
luar negeri, diharapkan BUMN memiliki partner yang mempunyai akses yang lebih
baik di pasar global. Kebijakan privatisasi seperti ini diharapkan dapat
mendorong BUMN untuk mengembangkan jangkauan pasarnya di pasar luar negeri.
Disadari bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi terus berkembang. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru
dalam proses produksi menghasilkan produk dalam tempo yang lebih cepat, dengan
kualitas yang lebih baik, serta harga pokok yang lebih kompetitif. Dibidang
pemasaran teknologi baru, khususnya teknologi informasi, dapat dipakai sebagai
sarana strategis untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan berkualitas dengan
customer serta para supplier. Privatisasi diharapkan dapat
memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada BUMN, sehingga BUMN
akan mampu memberikan sarana kepada para karyawan untuk terus melakukan
pembelajaran dan terus mengembangkan diri, sehingga mampu menghasilkan produk
yang berkualitas, dengan harga yang kompetitif.
Masuknya investor baru dari proses
privatisasi diharapkan dapat menimbulkan suasana kerja baru yang lebih
produktif, dengan visi, misi, dan strategi yang baru. Perubahan suasana kerja
ini diharapkan menjadi pemicu adanya perubahan budaya kerja, perubahan proses
bisnis internal yang lebih efisien, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi baru yang diadopsi BUMN setelah proses privatisasi.